RELEVAN

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
(Roma 12:2)

Pernahkah kita mendengar beberapa celetukan berikut yang datang dari orang tua kepada seorang muda atau sebaliknya?

Anak jaman sekarang ga kaya dulu yaa.. jaman dulu kita ….” atau “Ah… papah mamah mah ga gaul… masa gini aja ga ngerti”

Perkataan-perkataan tersebut mencerminkan apa yang saat ini kita kenal sebagai permasalahan relevansi. Tak hanya muncul dalam parenting ataupun kehidupan sosial, isu ini juga turut menjadi perhatian gereja. Lighting, lagu-lagu modern, dan gereja metaverse yang saat ini sedang banyak diperbincangkan adalah usaha gereja untuk menunjukkan relevansi mereka kepada jemaat. Namun jarang sekali orang membahas makna sesungguhnya tentang relevan. Apakah relevan itu berarti mengikuti semua trend yang ada? Lantas bagaimana dengan Roma 12:2 yang mengingatkan kita untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini? Apakah menjadi relevan = serupa dengan dunia?

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, mari kita coba bayangkan cerita berikut:

Suatu saat terdapat seorang anak yang kedua orang tuanya telah berpisah satu dengan yang lain. Mereka berpisah karena sang ayah terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga membuat si istri meninggalkan dia dan anaknya. Hanya sang nenek yang mengantar dan menjemput ketika pulang sekolah, menemani si anak bermain dan membacakan dongeng sebelum tidur. Sang ayah pergi pagi pulang malam, hanya menyediakan uang untuk kebutuhan hidup.

Ketika si anak berulang tahun, sang ayah diingatkan oleh si nenek untuk membelikan hadiah. Sang ayah meminta asistennya untuk membelikan mainan yang populer dan ketika dia pulang dia memberikannya kepada si anak. Ternyata isi mainannya adalah Playstation terbaru. Apakah kira-kira reaksi sang anak? Ya… sang anak kecewa karena ternyata itu adalah kado yang sama yang ayahnya berikan tahun lalu.

Relevan tentu bukan sekadar mengikuti apa yang selalu populer di masanya. Bukan karena takut ketinggalan (fear of missing out / fomo). Bukan agar terlihat keren. Relevan yang sejati adalah memberi perhatian penuh dan mengerti apa yang menjadi kebutuhan orang yang kita layani. Dan semua itu akan nyata ketika kita mau membaharui budi kita seturut dengan apa yang Tuhan kehendaki dalam pelayanan kita, karena Dialah yang paling tahu apa yang menjadi kebutuhan setiap manusia. Itulah makna tidak serupa dengan dunia ini. Ketika dunia hanya mengisi keinginan hati yang tiada habis, hanya memperdulikan diri sendiri, dan tidak melibatkan Tuhan dalam hidup, kita diajak untuk menjadi berbeda. Kita hidup bagi kemuliaan Tuhan, seperti halnya yang Paulus lakukan:

“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.” (1 Korintus 9:20-21)

Relevan = mengerti kebutuhan orang yang kita layani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *