KABUR AJA DULU

Berkat orang jujur memperkembangkan kota, tetapi mulut orang fasik meruntuhkannya.
(Amsal 11:11)

Beberapa bulan terakhir (Januari-Februari 2025) viral di media sosial tentang hashtag atau #kaburajadulu. Apa yang menjadi pemicu dari seruan kabur aja dulu ini? Pertama, memberikan wawasan bahwa dengan tinggal dan bekerja di luar negeri anak-anak muda mendapat penghasilan yang besar dan lebih menjanjikan untuk masa depan mereka dibandingkan dengan bekerja di Indonesia. Kedua, seruan “kabur aja dulu” juga merupakan ekspresi keresahan masyarakat terhadap ketidakadilan dan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, belum lagi oknum-oknum pemerintah yang melakukan korupsi dengan gila-gilaan dan secara langsung merugikan atau menyengsarakan rakyat – seperti kasus pengoplosan BBM yang baru-baru ini menjadi berita hangat.

Dari fenomena diatas, saya ingin mengajak kita untuk melihat tanggapan atas seruan tersebut dari dua pihak yang berseberangan. Yang pertama, dari sisi pemerintah yang seringkali secara reaktif menanggapi seruan tersebut sebagai tindakan yang tidak nasionalis atau pandangan negatif lain kepada WNI yang bekerja di luar negeri. Padahal sepatutnya, seruan ini menjadi otokritik dan sarana introspeksi bagi pemerintah sendiri. Apa yang sudah dilakukan oleh aparat pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya, apakah hal itu sudah memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi warganya? Ada sebuah survei, yang menyatakan bahwa keunggulan suatu negara dan kepuasan warganya tidak ditentukan oleh kekayaan alam yang mereka miliki, tetapi dibangun atas dasar kejujuran dan ketulusan pemerintah dan warganya. 

Kita seringkali mendengar bahwa bangsa kita sangat kaya dengan sumber daya alam yang melimpah: hasil tambang, tanah yang subur, sumber daya kelautan dan sebagainya, namun sebaik dan sebanyak apapun kekayaan alam yang kita miliki, jika tidak ada kebenaran dan kejujuran dalam diri warganya tidak akan menjadikan negara kita maju dan nyaman untuk didiami. Sifat egoisme dan keserakahan, ditambah sikap munafik para pemimpin itulah yang akan meruntuhkan negara yang kaya dan makmur (Amsal 11:11).

Yang kedua, dari sisi warga masyarakat – khususnya generasi muda – yang gerah dengan situasi ini, mari kita merenungkan apakah merantau (kabur aja dulu) memang solusi terbaik bagi hidup kita? Sebagai orang percaya, kita diingatkan bahwa dalam hidup ini Allah memiliki rencana dan tujuan khusus bagi setiap kita – bukan hanya untuk menerima berkat-berkatNya, tetapi juga untuk menjadi berkat. Dalam hal ini, yang menjadi fokus perhatian bukanlah soal dimana kita berkarier atau menetap, tetapi apakah kita sudah bertanya kepada Tuhan apa yang Tuhan kehendaki untuk hidup saya. Jangan sampai kita hanya mengejar kekayaan, tapi kemudian kita melupakan Tuhan karena berada di lingkungan yang nyaman dan terjamin (Amsal 30:8-9).

Ingatlah bahwa jika kita rindu bangsa kita menjadi bangsa yang unggul? Dibutuhkan orang-orang yang jujur dan berintegritas untuk tinggal di negeri ini. Jika Tuhan menempatkan kita untuk tetap tinggal dan berkarier di negeri ini, mungkin itulah yang Tuhan memang kehendaki, yaitu agar kita dapat berperan dalam pembangunan bangsa kita dengan mengedepankan kejujuran dalam hidup dan berkarya. Amin.

Kejujuran mendatangkan berkat,
kefasikan merusak masyarakat bahkan menghancurkan bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *