“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.“
(Filipi 4:13)
“Apa kabar Bapak/Ibu sekalian…?” “LUAR BIASA…” Begitulah kalimat yang seringkali kita dengar ketika seorang pengkotbah menyapa jemaat – walaupun hal itu bukan hanya terjadi di kegiatan ibadah Kristen saja, karena dalam pertemuan-pertemuan sekuler para motivatorpun acapkali mengucapkan hal yang sama. Pernahkah anda membayangkan jika ada pengkotbah yang menyapa jemaat dengan kalimat diatas, kemudian ada yang menjawab “BIASA SAJA…!!!” mungkin hal itu akan menimbulkan keheranan atau bahkan kecaman dari orang-orang tertentu yang menganggap orang tersebut kurang beriman atau tidak percaya pada janji-janji Tuhan.
Namun sebenarnya – kalau kita mau jujur – kita harus mengakui bahwa hidup kita tidak selalu dalam keadaan baik-baik saja atau bahkan selalu luar biasa, bukan? Ada kalanya kita sedang mengalami tantangan atau kondisi yang sulit yang membuat kita tertekan, stres bahkan kita seperti tidak tahu harus berbuat apa dalam menghadapinya. Tetapi kita tidak perlu panik atau hopeless, karena Rasul Pauluspun mengungkapkan bahwa ia bukanlah orang yang selalu berhasil, baik-baik dan hidup dalam kenyamanan. Dalam Filipi 4:11-12, Paulus mengatakan bahwa ia tahu apa artinya kekurangan & kelimpahan. Artinya kehidupan Paulus – seperti juga kehidupan kita – tidak selalu mulus, lancar dan diberkati. Paulus tidak selalu mengalami kondisi yang “LUAR BIASA” dalam hidupnya. Dalam 2 Korintus 11:24-27, Paulus mengungkapkan bahwa seringkali ia menghadapi masa-masa sulit, penganiayaan, lapar, haus, kedinginan. Namun, dalam situasi itu Paulus berkata bahwa ia telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Terlebih dari itu, Paulus memiliki pengharapan bahwa dalam keadaan sesulit apapun, ia dapat menanggung semua itu karena Tuhan yang memberi kekuatan kepadanya. Inilah sikap iman yang sejati.
Dewasa ini, tantangan dalam kehidupan kita sebagai orang percaya tidak semakin mudah. Mungkin ada orang-orang yang undur dari iman karena merasa tidak kuat lagi menghadapi sakit yang dideritanya, sehingga ia memilih untuk percaya kepada penyembuhan alternatif dari paranormal atau perdukunan. Mungkin ada orang-orang yang tidak kuat dengan kondisi hidup yang serba kekurangan, sehingga rela menikah dengan orang yang tidak seiman demi mendapatkan penghidupan yang layak – meskipun ia harus menyangkali imannya.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita akan tergoda untuk “menjual iman kita” ketika beban dan penderitaan terasa begitu berat? Mari kita belajar seperti Paulus, kita meyakini bahwa segala perkara dapat kita tanggung di dalam Tuhan karena Dia berjanji akan memberi kekuatan kepada kita. Jika kita memiliki keyakinan seperti Paulus, maka kita dapat berkata seperti yang Paulus ungkapkan dalam Roma 8:35-39 “Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang atau hal apapun juga… tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”. Amin.
Kesadaran akan adanya kasih dan kekuatan dari Allah
akan membuat kita dapat bertahan dalam penderitaan.