“Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”
Matius 19:23
Dari sebuah survei yang diadakan baru-baru ini dalam sebuah grup medsos para aktivitis, pelayan dan hamba Tuhan, diberi pertanyaan sebagai berikut: ‘Menurut anda, manakah dari kelompok di bawah ini yang relatif LEBIH SULIT untuk menjadi pengikut Yesus yang sejati?’. Ada 85% yang menjawab “Orang-orang Kaya” dan 15% yang menjawab “Orang-orang Miskin”.
Bagaimana dengan Anda bila diberikan pertanyaan tadi? Apakah Anda menjawab Orang-orang Kaya? Atau menjawab Orang-orang Miskin? Mungkin hasilnya akan berbeda bila diadakan survei pada kelompok yang berbeda. Kembali pada hasil survei tadi, sepertinya sebagian besar dari yang menjawab memang sepakat dengan ayat dalam Matius 19:23 tadi bahwa sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk dalam surga. Sebenarnya baik miskin maupun kaya bak sultan (crazy rich) untuk masuk dalam Kerajaan Surga perlu perjuangan karena pintunya sesak dan jalannya sempit dimana tidak mudah untuk dilalui dan hanya sedikit orang yang bisa masuk melaluinya (Matius 7:13-14).
Yang menjadi pertanyaan, mengapa Yesus berkata bahwa orang kaya sukar untuk masuk dalam surga? Padahal orang muda kaya yang disebutkan dalam Matius 19:16-26 tersebut sudah melakukan perintah Allah seperti: tidak membunuh, tidak berzinah, tidak mencuri dan banyak kegiatan keagamaan lainnya namun ketika disuruh Tuhan Yesus untuk menjual hartanya dan memberikannya kepada orang-orang miskin serta kemudian mengikut Yesus, orang muda kaya tadi tidak mau. Ini adalah contoh orang yang BERAGAMA, taat terhadap hukum tapi sesungguhnya TIDAK MENGENAL siapa yang Dia sembah. Sama seperti Ayub di awal kehidupannya dimana dia hanya mengenal Tuhan dari kata orang. Namun kemudian pada akhirnya dia mulai mengenal siapa Tuhan itu (Ayub 42:5).
Kemudian kalau disimak dari pertanyaan orang muda kaya ini, ketika dia bertanya apakah memang sungguh² dari hati yang rindu? Matius 19:16 (TB) “Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: ‘Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’ Itu bukan dari hati yang rindu karena sebenarnya hatinya adalah hartanya sehingga dia tidak mau meninggalkan hartanya dan mengikut Yesus.” Lukas 12:34 (TB) “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada”.
Pertanyaannya: APA DAN DIMANA HARTA KITA?? Apakah pada Allah atau memang Mamon (HARTA)? Semua pasti setuju dan menjawab bahwa pusat hidup adalah Allah tetapi tanpa disadari seringkali apa-apa selalu dikaitkan dengan harta atau istilah yang lebih rohani yaitu berkat. Hal ini juga masuk dalam pengajaran di gereja seperti contohnya teologi kemakmuran itu. Mamon itu sebenarnya berhala khusus atau dewa masa kini. Dulu mungkin sudah hafal yang namanya Baal tapi sekarang sudah beralih yaitu Mamon, dewa modern masa kini. Sampai Alkitab memberi warning khusus tentang hal ini: “Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Lukas 16:13).
Seseorang jika kayanya sudah seperti sultan, pertanyaannya bagaimana cara dia bisa kembali ke jalan Tuhan, sementara kesadaran tentang kematiannya saja belum tentu terpikir olehnya.
Saudara, apa yang terjadi dengan hidup kita di dunia ini adalah UJIAN, baik keadaan miskin dan menderita maupun saat keadaan kaya dan makmur. Kemiskinan dan penderitaan duniawi BUKAN HUKUMAN dari Tuhan. Sebaliknya, kekayaan dan kemakmuran duniawi BUKAN HADIAH dari Tuhan. Orang yang memegang teologi kemakmuran berpandangan bahwa menjadi orang Kristen harus kaya, itu tandanya Tuhan berkenan kepada orang tersebut. Penganut teologia ini percaya atau mengajarkan bahwa orang Kristen yang sungguh-sungguh beriman dan mengikut Tuhan, pasti akan kaya atau harus kaya. Kalau menjadi miskin berarti ada dosa yang dilakukan, tidak rajin beribadah, malas berdoa, tidak lagi pelayanan. Bila rajin ibadah, suka berdoa puasa, giat dalam pelayanan maka Tuhan akan memberikan berkat kekayaan karena seperti Abraham diberkati melimpah-limpah maka orang yang dekat dengan Tuhan akan juga diberkati kekayaan yang melimpah. Jadi kekayaan atau berkat jasmani seperti sembuh dari penyakit, rumah tangga bahagia lainnya itu adalah HADIAH dari Tuhan karena kebaikan (jasa) diri sendiri. Padahal Yesus sendiri berkata untuk “Sangkal diri, memikul salib dan terus mengikutNya” (Matius 16:24).
Kalau kita sadar, baik di Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, Tuhan memang bertransaksi dengan umat pilihan-Nya, bedanya kalau di Perjanjian Lama, reward-nya berupa berkat jasmani yang berdampak pada kehidupan kekal. Namun pada Perjanjian Baru, reward-nya adalah kehidupan kekal bersama Tuhan.
Namun ironisnya adalah: Ketika Tuhan yang berinisiatif mengadakan perjanjian kepada manusia, tujuanNya adalah untuk keselamatan dan kesejahteraan manusia di dalam Tuhan, dan berdampak pada kekekalan bersamaNya, tapi ketika manusia yang berinisiatif mengadakan transaksi dengan Tuhan, fokusnya menjurus kepada keinginan daging yang justru berpotensi menjauhkan manusia dari Tuhan, karena manusia menghitungnya berdasarkan prinsip untung atau rugi.
Bukankah banyak orang Kristen yang bertransaksi dengan Tuhan yaitu apabila usaha bisnisnya maju, kehidupan ekonominya naik maka akan giat terus dalam mengring Tuhan? Jadi orientasi utamanya adalah kekayaan (harta, mamon) terlebih dulu baru mengikut Yesus nomor sekian. Namun bagaimana sebaliknya bila usaha bisnisnya bangkrut atau kehidupannya pas-pasan apakah masih tetap setia mengiring Tuhan?
Sekarang ini masih banyak orang yang mengambil ayat-ayat “BERKAT” di Perjanjian Lama dan diklaim sebagai janji Tuhan bagi kehidupan yang sejahtera di bumi. POKOKNYA TUHAN BILANG PASTI MEMBERKATI KETURUNAN ABRAHAM, baik itu keturunan jasmani maupun rohani! Hidup kita tergantung mindset.
Ketika kita miskin dan memandang kemiskinan adalah hukuman Tuhan, maka sebenarnya kita sudah memiliki mindset yang salah tentang Tuhan, dan ketika kita salah mengenal Tuhan, akibatnya kita akan SALAH MENILAI DIRI SENDIRI. Contohnya ketika orang yang hidupnya sedang dalam pergumulan ekonomi, misalnya usahanya bangkrut atau sedang di PHK kemudian akan menyalahkan dirinya karena sudah tidak sungguh-sungguh beribadah, malas berdoa, tidak lagi memberi dalam pekerjaan Tuhan bahkan sampai menyalahkan Tuhan tidak adil maupun tidak perhatian baginya. Demikian juga sebaliknya ketika kita memiliki kekayaan duniawi, ketika kita merasa apa yang kita punya adalah hadiah (reward) dari Tuhan atas “ketaatan/kerohanian” kita, atas “kerajinan” pelayanan; maka kita akan terjebak dalam mindset superioritas dan tanpa sadar kita sudah bermutasi – tidak lagi menjadi hamba Tuhan – tapi kita sendiri sudah menjadi tuhan.
Ada lagu lama yang liriknya adalah:
Saya mau ikut Yesus (2x) sampai selama-lamanya.
Meskipun saya susah menderita di dalam dunia.
Saya mau ikut Yesus sampai selama-lamanya.
Sepertinya lirik lagu Ikut Yesus itu harus diganti:
Saya mau ikut Yesus (2x) sampai selama-lamanya.
Meskipun saya kaya berlimpah harta dunia.
Saya mau ikut Yesus sampai selama-lamanya.
Ini merupakan sebuah komitmen bahwa ketika kita kaya, kita harus tetap ikut Yesus, harus tetap rendah hati saat ditegur oleh Firman. Jangan hanya ketika diuji dalam miskin dan menderita saja kita berkata mau ikut Yesus, tapi begitu ujian kemakmuran dunia kita mulai melupakan Yesus. SEMUA UJIAN… diberikan agar kita semakin mengerti dan mengenal Tuhan, dan bisa beradaptasi dengan budaya Kerajaan Sorga.
Mamon harus menjadi ALAT dan bukan yang MEMPERALAT kita.
Kita harus berkarya di dunia dan mamon akan mengejar karya kita. Jangan berkarya untuk mengejar mamon.