LEGALISME, LIBERALISME, DAN INJIL

Timothy Keller seorang teolog terkenal menyampaikan, “Jika orang percaya berjalan menuju dua sisi yang bertolak belakang dengan Injil, yakni legalisme dan liberalisme, maka sesungguhnya mereka tidak akan menemukan kepuasan yang sejati”. Gagasan Injil adalah keselamatan cuma-cuma oleh anugerah, yang membebaskan hingga kita ingin mentaati Allah. Sayangnya masih banyak orang yang hidup tidak dengan Injil yang murni tersebut melainkan masih terjebak dalam kedua sisi ekstrim tadi. Mari kita akan melihat kembali tiga perbedaan dari Legalisme, Liberalisme dan Injil yang sejati.

1. Legalisme. Legalisme adalah sebuah ekstrim yang menekankan moralisme dan perbuatan baik. Ekstrim ini mengabaikan anugerah Allah yang sifatnya cuma-cuma. Yang ditekankan disini bukan lagi apa yang Kristus lakukan, melainkan usaha dan perbuatan baik. Yang terjadi ketika orang percaya ada di zona legalisme maka akan membuat kita pamrih, tidak aman dan selalu insecure. Dalam menjalani kehidupan kekristenannya, mereka akan cenderung sangat transaksional. Injil tidak lagi menjadi injil yang murni, melainkan menjadi praktik agamawi. Intinya paham ini mengajarkan, bahwa orang Kristen itu dosanya diampuni bukan hanya karena Yesus Kristus mati di atas kayu salib dan bangkit pada hari ketiga. Mereka menambahkan dengan syarat yang lain, yaitu kita juga harus melakukan perbuatan baik melalui ketaatan kepada hukum-hukum.

2. Liberalisme. Paham ini adalah orang-orang yang menganut anugerah secara berlebihan dan mengabaikan pentingnya pertobatan. Ekstrim ini anti dengan hukum dan disiplin rohani, sehingga terlihat sangat penuh kasih karunia, tetapi sebenarnya bertentangan dengan Firman Tuhan. Yang terjadi ketika seseorang terjebak dalam paham ini, maka mereka akan memandang kasih karunia Tuhan sebagai suatu hal yang sangat murah. Orang percaya melupakan bahwa kebenaran yang Kristus berikan seharusnya menuntun kita pada proses pengudusan. Kita tidak boleh nyaman dengan keberdosaan kita. Intinya adalah paham ini ingin “bebas” dalam berpendirian. Kalangan liberal ini ingin bebas dari otoritas seperti gereja, ingin bebas dari otoritas Alkitab. Belakangan, malah ada yang ingin bebas dari otoritas Yesus Kristus.

3. Injil. Berbeda dengan kedua paham di atas, Injil mengajarkan kita taat karena Allah terlebih dahulu menerima kita, bukan sebaliknya. Dengan demikian, motivasi kita untuk hidup dalam kekudusan didasari oleh sukacita yang penuh ucapan syukur karena kasih Allah. Injil memberikan alasan dan kekuatan untuk kita hidup di dalam kebenaran Allah. Injil membuka ruang yang aman bagi orang untuk terbuka terhadap dosanya, namun tidak lembek terhadap dosa tersebut, sehingga terjadi perubahan hidup. Karena Yesus adalah pribadi yang penuh kasih dan kebenaran tersebut, dan hal ini dinyatakan secara utuh di dalam Injil. (Gospel Renewal Conference).

Surat Kolose sangat kental dengan kekuatan Injil di dalamnya. Sepanjang surat ini Paulus menegaskan dan meneguhkan jemaat tentang kebenaran sejati, dan Paulus rindu jemaat Tuhan terus berakar dan bertumbuh kuat di dalam Injil (Kolose 2:6-10, 16-19), sehingga tidak mudah digoyahkan oleh ajaran lain atau berbagai filsafat yang bertentangan dengan Injil yang sejati.Seseorang yang sudah di dalam Kristus telah menjadi orang yang merdeka dan menjadi manusia yang dibaharui Tuhan. Sehingga sudah seharusnya dengan kesadaran memiliki spirit untuk tidak lagi kembali kepada cara hidup yang lama termasuk hidup di dalam dosa (Galatia 5:1 & 13), kemudian merelakan dirinya terus dipimpin Roh Kudus agar terus hidup di dalam kebenaran Allah dengan sukacita.


~ Therefore, there is now no condemnation
for those who are in Christ Jesus (Romans 8:1 NIV) ~

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *