NURUT MESKI TAKUT

Saat kecil saya punya sebuah kebiasaan buruk yang terjadi berulang hingga berpuluh-puluh kali, yaitu ketinggalan tempat bekal atau botol minum. Teringat bagaimana saat saya menginjak bangku SD dan sudah dipercaya membawa bekal dan botol minum sendiri, kejadian ketinggalan dan kehilangan ini sering terjadi. Mungkin saya terlalu asyik bermain atau bercanda dengan kawan satu kelas sehingga tempat bekal atau botol minum sering tertinggal. Perasaan yang paling membuat canggung adalah ketika mengaku kepada orang tua bahwa tempat bekal saya tertinggal, duh rasanya takut sekali untuk mengakui kesalahan saya ini yang bahkan bisa dibilang telah terjadi berulang kali. Perasaan takut dimarahi itu muncul, pikiran-pikiran buruk yang menghantui saat mengakui kesalahan tersebut. Akhirnya respon yang kita lakukan adalah berbohong dan menutupi hal tersebut sebisa mungkin. Kita jadi gak taHu kebenaran karena nyaman menutupi kesalahan. Akhirnya kebiasaan buruk itu makin lama makin menjadi.

Ibrani 4:15-16, “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.”

Saya jadi bertanya dan berkaca apakah perasaan takut ini juga dapat muncul ketika berdoa, menyembah, membangun relasi dengan Tuhan. I think yes, sebagai manusia yang nature alaminya adalah berbuat dosa, bisa jadi perasaan ini muncul bahkan ketika dosa itu dilakukan berulang, kita justru jadi menjauh karena merasa sudah tidak layak dan memikirkan hukuman yang mungkin Tuhan berikan atas kesalahan kita. Ah ya udah sekalian aja gak nurut dan menjauh.  Pilihan yang bijakkah?

Ayat 15 menyadarkan saya bahwa Tuhan pernah ada di posisi lemah dan dicobai oleh iblis – bila kita mengingat cerita pencobaan di padang gurun – namun Dia berhasil melalui dan mengatasi pencobaan tersebut. Dia tahu kelemahan kita dan dengan tulus ingin menolong dan memberikan jalan keluar agar kita terbebas dari belenggu rasa bersalah, ketakutan, penyesalan menuju pemulihan demi pemulihan. Dia mengerti dan memahami, bahwa ketakutan dan penyesalan itu merupakan bentuk ekspresi yang tidak bisa dihindari, just look to the God. Akui apa yang perlu diakui, datang apa adanya, karena di dalam hadirat-Nya, yang lemah akan dikuatkan, yang berduka akan dihiburkan, dan yang salah akan diterima dan diarahkan menuju kebenaran yang mutlak berasal dari Allah Bapa sebagai sumber kebenaran. Semua dimulai ketika kita mau datang kepadaNya. That’s the right decision.

Bukan tentang besar atau kecilnya kesalahan yang kita buat, namun bagaimana kita menyadari kebesaran dan keluasan hati Bapa yang selalu open 24 jam di setiap fase hidup kita. Takut? Ya wajar kok, tapi yuk belajar nurut supaya hidup kita dibentuk sesuai standar kebenarannya Tuhan. Semua bentuk didikan yang diberikan, dasarnya kasih bukan dendam atau murka. Everything will be fine, ada waktu dimana kamu akan menyadari bahwa adalah kalau Tuhan gak benerin hidup saya, pasti saya gak akan bisa bertahan sampai di tahap ini. Hidup saya mungkin bisa jadi sedang gak baik, tapi apa yang berasal dari Tuhan pasti mendatangkan kebaikan. Untung saya belajar nurut mengambil keputusan terbaik untuk selalu bersama-Nya di setiap musim kehidupan. Saat dinaungi rasa bersalah, apa responmu? Datang atau menghilang? Yuk nurut yuk sama Tuhan kita, datang kepadaNya dan kamu akan merasa lebih baik. Tuhan memberkati.

Dalam keadaan apapun, kita tahu bahwa kita bisa datang kepada Tuhan tanpa rasa takut.
Karena Tuhan pasti menerima kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *