Di Netflix ada sebuah film dokumenter yang sedang trending hari-hari ini. Film tersebut berjudul “The Tinder Swindler”. Film ini menceritakan tentang penipuan di dating apps yang dilakukan oleh seorang pria yang mengaku dirinya kaya raya. Pria ini sengaja memanfaatkan aplikasi kencan online ini untuk mencari korban yang hendak ia peras kemudian. Dia menipu para wanita dengan mengaku tertarik dan membuat hal-hal glamour dan romantis agar sang korban percaya bahwa ia adalah orang kaya raya. Dan betul, melalui modus sang pria ini banyak korban yang terjerat, bahkan korban harus sampai mengeluarkan uang dalam jumlah yang sangat besar.
Satu hal yang menarik dari film ini bahwa kisah dalam film tersebut bukan sekedar karangan sang sutradara, melainkan benar-benar sebuah kisah nyata yang diangkat dan menjadi sebuah film yang cukup mendapat perhatian, khususnya di Indonesia saat ini.
“Flexing” adalah sebuah istilah yang dipakai untuk seseorang yang memamerkan segala sesuatu yang dimilikinya. Meskipun belum tentu itu adalah milik pribadi seseorang tersebut. Intinya segala sesuatu berusaha dipamerkan kepada orang lain. Dalam film tersebut sang pria melakukan flexing, untuk menjerat banyak korban dengan modusnya tersebut.
Di kehidupan saat ini khususnya di era media sosial, setiap hari kita pun melihat orang-orang flexing (pamer) segala hal dalam kehidupan mereka. Mulai dari posting makanan-makanan mewah, posting fashion yang mahal dan branded, traveling ke luar negeri memakai jet pribadi, dan lain-lain. Inti dari semua itu untuk memperlihatkan bahwa saya adalah orang berada dan untuk mendapat perhatian dari orang-orang sekitar atau para followers mereka. Meskipun kembali lagi, bisa saja itu bukan keadaan mereka sesungguhnya, tetapi demi terlihat mewah, mereka rela memaksakan segala cara. Sehingga bagi orang-orang yang melihat juga akan terpacu untuk melakukan hal yang sama dan dipamerkan juga baik di kehidupan nyata atau di dunia media sosial mereka.
Di Alkitab ada satu ayat berkaitan dengan hal ini, Amsal 13:7 “Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula yang berpura-pura miskin, tetapi hartanya banyak”. Ayat ini sangat relevan dengan kondisi saat ini. Dengan berbagai cara orang memaksakan untuk membeli ini dan itu, memakai ini dan itu, meminjam ini dan itu agar terlihat mewah, kaya dan dipandang terhormat oleh orang lain. Sebaliknya ada orang yang berpenampilan biasa, berpakaian sederhana, tidak terlihat memakai ini dan itu yang mahal, tetapi sebenarnya mereka adalah The Real Rich Person.
Hidup yang paling menyiksa adalah hidup di dalam kepura-puraan. Pura-pura kaya, pura-pura bahagia, pura-pura memiliki banyak hal dan sebagainya. Sebaliknya, hidup yang paling menyenangkan adalah hidup dalam keadaan apa adanya, jujur dan tidak memaksakan diri untuk memiliki banyak hal. Kalaupun kita diberkati lebih dari orang lain, bersyukurlah dan jangan sampai perilaku kita malah menjadi batu sandungan bagi orang lain dengan cara yang salah seperti flexing atau pamer.
Tetapi kalo kita diijinkan Tuhan untuk hidup sederhana, tetaplah bersyukur dan jalani dengan sukacita. Karena sesungguhnya nilai hidup kita bukan ditentukan oleh apa yang kita pakai atau apa yang kita miliki. Kita berharga karena Tuhan yang sudah mengasihi dan menerima kita seutuhnya. Amin.
Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya,
susah payah tidak akan menambahinya.