HARGA MENJADI MURID KRISTUS

(Materi komsel berdasarkan bahan kotbah 11 Februari 2018)

Pendahuluan

Kekristenan yang sejati menuntut adanya pertumbuhan yang radikal, yaitu pertumbuhan rohani yang selalu ‘dikunci’ dengan pertobatan yang sungguh-sungguh (bukan hari ini tobat, besok kumat). Oleh karena itu, menjadi orang Kristen yang sejati itu tidaklah mudah. Ada harga yang harus dibayar (Lukas 14:33).

Pendalaman

Sayangnya banyak orang Kristen senang untuk menjadi penonton, daripada pelaku kebenaran Firman. {Sharingkan apa perbedaan nyata seorang yang bermain di gelanggang dengan seorang penonton}.

Tuhan ingin agar kita menjadi murid-muridNya yang turun di gelanggang pertandingan, karena ketika seorang menjadi murid-muridNya, mereka akan bertransformasi menjadi:

  1. Pribadi yang semakin serupa dengan Tuhan Yesus (bdk. Lukas 6:40, Roma 8:29)

  2. Pribadi yang meneruskan misi Tuhan melalui kehidupan mereka (bdk. 2 Timotius 2:2, Yohanes 14:12).

Untuk mengalami transformasi yang demikian, ada harga atau resiko yang tidak main-main (Lukas 9:57-62):

  1. Harus bersedia untuk memprioritaskan Tuhan diatas segalanya. Apakah kita mengikut Tuhan dengan motivasi untuk mencari kesenangan dan keuntungan diri sendiri? Jangan sampai kita menjadi orang Kristen yang melihat Kristus hanya sebagai “Sumber Berkat”, tetapi kita harus memiliki keinginan untuk hidup dekat dengan “Sumber Berkat” itu, maka mujizat dan berkat akan menyertainya.

  2. Harus bebas dari segala ikatan. Seorang murid dituntut untuk berani mengorbankan apapun – bahkan nyawanya sendiri (bdk. Lukas 14:26). Banyak orang Kristen tidak berani mengorbankan waktu untuk keluarga, bisnis, kariernya, sehingga mereka tidak dapat menjadi murid yang sejati.

  3. Harus konsisten memikul salib. Salib berbicara tentang penderitaan dan kehinaan karena keputusan kita untuk mengikut Tuhan. Ini berarti menjadi seorang murid harus siap mematikan kedagingannya, taat untuk melakukan kehendak Allah meskipun harus mengalami penderitaan secara jasmani.

Bahan Diskusi:

  1. Sharingkan, siapkah kita untuk membayar harga menjadi murid Kristus dengan cara menempatkan Kristus sebagai yang utama dalam hidup kita (melebihi kesenangan, pekerjaan, bisnis, keluarga dan teman)?

  2. Sharingkan, penderitaan atau penghinaan apa yang mungkin kita alami sebagai bentuk “memikul salib” saat kita memutuskan untuk menjadi murid Kristus? Kira-kira manfaat apa yang kita dapatkan melalui penderitaan tersebut?

  3. Hari Minggu lalu (11 Februari 2018), kita mendengar penyerangan ke sebuah gereja Katolik di Yogyakarta yang mengakibatkan Pastur dan seorang jemaat mengalami luka. Bagaimana jika hal tersebut terjadi pada diri kita? Bagaimana reaksi kita, dalam konteks harga yang harus kita bayar sebagai seorang murid?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *