Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.”
(Roma 4:18)
Ketika kita membicarakan tentang “zona nyaman”, seringkali kita mengaitkannya dengan tempat yang membuat kita merasa aman, akrab, dan tidak terancam. Namun, sebenarnya keberadaan terlalu lama di zona nyaman bisa menjadi hambatan besar dalam pertumbuhan pribadi dan pencapaian tujuan. Mengapa begitu? Mari kita telusuri lebih jauh.
Ini sebuah ilustrasi, setelah lebih dari 30 tahun bekerja dan mengabdi, Pak Budi dimutasi oleh atasannya dari kantor pusat di Jakarta ke kantor cabang di Ambon. Pak Budi panik. Baginya hanya ada dua pilihan: mutasi atau berhenti. Pindah ke tempat baru sungguh tak terbayangkan. Ia sudah mapan. Seluruh keluarganya ada di Jakarta. Istri dan ketiga anaknya juga sudah puluhan tahun tinggal di Jakarta. Pindah tempat baru berarti harus memulai lagi semuanya dari nol. Zona nyaman adalah area di mana rutinitas sehari-hari kita berjalan tanpa tantangan yang signifikan. Ini bisa berupa pekerjaan yang stabil, hubungan yang sudah mapan, atau kebiasaan harian yang rutin. Di sini, kita merasa aman, tidak terancam, dan tidak dihadapkan pada risiko yang berarti. Meninggalkan zona nyaman atau kenyamanan hidup bisa menjadi tantangan yang berat.
Ketika Tuhan memanggil Abram untuk meninggalkan negerinya, keputusan itu pasti sulit baginya. Di usia 75 tahun, Abram telah mapan dan akrab dengan lingkungannya di Ur-Kasdim. Namun, mengapa Tuhan meminta Abram untuk pergi begitu jauh? Ternyata, Abram hidup di tengah lingkungan yang menyembah “allah lain” (Yosua 24:2), di mana keluarga dan masyarakatnya masih melakukan penyembahan berhala. Setelah Abram menemukan iman, Tuhan mengutusnya untuk membangun sebuah generasi baru yang tulus menyembah Tuhan. Ada janji indah bahwa dari Abram akan lahir bangsa yang besar, namun janji itu hanya akan terwujud jika dia bersedia meninggalkan zona nyamannya. Akhirnya, dengan iman sebagai dasar, Abram memutuskan untuk pergi. Dia menerima panggilan Tuhan untuk keluar dari kenyamanan hidupnya. Begitu juga dalam hidup kita, ada saat-saat di mana kita harus meninggalkan zona nyaman, seperti saat pindah pekerjaan, naik pangkat/jabatan, memulai bisnis baru, menikah, ataupun menghadapi kehilangan. Jika saat itu tiba, kita tidak boleh takut untuk melangkah maju. Kita harus bertindak dengan iman, percaya bahwa Tuhan akan memimpin kita.
Salah satu alasan mengapa perlunya keluar dari zona nyaman adalah untuk pertumbuhan pribadi yang signifikan yaitu ketika kita menghadapi tantangan dengan hal-hal baru, mengembangkan keterampilan baru, memperluas pengetahuan dan meningkatkan kepercayaan diri kita. Alasan lainnya yaitu inovasi terjadi ketika kita menghadapi tantangan dan masalah yang baru. Dengan keluar dari zona nyaman, mendorong kita untuk berpikir di luar batas-batas yang sudah kita kenal, membuka pintu untuk ide-ide baru dan solusi yang kreatif. Juga seringkali, tujuan-tujuan besar malah terletak di luar zona nyaman tersebut. Dengan melangkah keluar dari zona nyaman tersebut, kita dapat memperluas kemungkinan mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Jika saat ini kita merasa dipanggil oleh Tuhan untuk keluar dari zona nyaman, langkah pertama yang harus kita ambil adalah berdoa dan mencari tahu tujuan Tuhan di balik panggilan itu. Setelah itu, kita harus bersiap untuk meninggalkan zona nyaman, menerima perubahan dengan sikap yang positif, dan merasakan pertumbuhan dalam iman. Pertumbuhan tidak akan terjadi jika kita tetap berada dalam zona nyaman.
Selain bertindak dengan iman, diperlukan pimpinan Roh Kudus dalam menjalani hidup khususnya saat hidup dalam ketidaknyamanan. Dalam Galatia 5:16 menegaskan pentingnya hidup oleh Roh Kudus, bukan oleh keinginan daging. Jamahan kuasa Roh Kudus adalah anugerah besar yang diberikan kepada orang-orang percaya. Dalam Alkitab, Roh Kudus digambarkan sebagai sumber kekuatan, penghiburan, dan penyatuan dengan Allah.
- Sumber Kekuatan: Roh Kudus memberikan kita kuasa (kekuatan) untuk menghadapi tantangan dan kesulitan hidup sehari-hari (Kisah Para Rasul 1:8). Dengan bantuan-Nya, kita dapat mengatasi segala rintangan yang menghadang di depan kita.
- Penghiburan: Roh Kudus adalah Penolong yang memberikan dukungan dan kenyamanan kepada orang percaya (Yohanes 14:16-17). Ketika kita merasa lelah, terluka atau terpuruk, Roh Kudus hadir untuk menghibur dan memberikan ketenangan dalam hati kita.
- Penyatuan dengan Allah: Roh Kudus menyatukan kita dengan Allah dan membantu kita untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya (Roma 8:26-27). Melalui peran Roh Kudus, kita dapat memiliki hubungan yang intim dan bermakna dengan Allah, sehingga hidup kita tercermin dalam kesetiaan dan ketaatan kepada-Nya.
“Roh Kuduslah yang memberi kita kuasa untuk menjadi saksi-saksi yang efektif bagi Kristus di dunia ini.” (Billy Graham)
“Roh Kudus adalah sumber kekuatan yang tiada habisnya bagi orang percaya.” (D.L. Moody)
“Sebagaimana tanpa Yesus Kristus kita tidak akan beroleh selamat, demikian juga tanpa Roh Allah/Roh Kudus kita akan hidup menurut daging dan BINASA.” (Johni S Pasaribu)
Meskipun tidak nyaman, kita percaya bahwa anugerah Tuhan akan memberi kita kekuatan untuk terus maju, menanggapi perubahan dalam hidup kita, sehingga roh kita semakin serupa dengan-Nya. Perjuangan membangun iman dan kehidupan harus terus berlanjut melalui kuasa Roh Kudus yang telah Tuhan anugerahkan. Amin.
Kita berani maju bukan karena kita yakin akan masa depan yang pasti,
tetapi karena kita percaya pada pimpinan Tuhan.