“…; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan”
Lukas 10:33b
Suatu kali saya terpaksa harus mendorong sepeda motor karena sepeda motor saya mendadak mati. Sepanjang perjalanan saya mendorong sepeda motor dan mencari bengkel, tidak ada satupun kendaraan yang berhenti dan menolong saya. Puji Tuhan, pada akhirnya saya berhasil menemukan bengkel motor, setelah menempuh jarak sekian kilometer. Bisa dipahami bahwa setiap orang pada hari itu tentu sibuk atau memiliki kepentingan masing-masing, sehingga merasa tidak harus atau tidak mungkin untuk menolong saya. Namun dari pengalaman yang saya alami tersebut mengingatkan saya pribadi untuk menjadi pribadi yang peka dan peduli kepada sesama.
Apabila kita perhatikan dalam konteks sekarang sehubungan dengan kepedulian terhadap sesama, gaya hidup masyarakat, khususnya di kota besar, semakin individualis, manusia semakin egois. Semua berpusat pada aku, diri sendiri. Gaya hidup yang demikian ini nampaknya telah semakin mengikis kepekaan sosial terhadap sesamanya. Rasa kepedulian, simpati dan empati terhadap sesama nampak begitu semakin tergerus. Sebagai orang percaya, tentu kita mengerti bahwa hal itu tidaklah sesuai dengan ajaran-Nya yaitu Kasih. Kasih tidak akan muncul apabila sikap kepedulian dan kepekaan terhadap sesama sudah berkurang atau mungkin tidak ada. Kepedulian dan kepekaan adalah nilai yang sangat penting karena terkait banyak nilai lainnya, seperti kerendahan hati, kesabaran, keramahan dan kebaikan hati. Dan semuanya itu akan mewujudkan KEBAHAGIAAN.
Lukas 10:25-37 merupakan cerita tentang “Orang Samaria yang murah hati”. Sebuah cerita Alkitab yang begitu familiar di telinga kita, bukan? Cerita dimana ada orang yang dirampok dan dipukuli hingga setengah mati kemudian ditolong oleh orang Samaria. Padahal sebelum ditolong oleh orang Samaria tersebut, ada seorang imam dan juga seorang Lewi, namun mereka melewati tanpa memberikan pertolongan. Orang Samarialah yang memberikan pertolongan, tanpa melihat perbedaan sosial ataupun agama. Orang Samaria ini melihat bahwa ada orang yang membutuhkan pertolongan dan iapun memberikan bantuan. Dari cerita orang Samaria ini, Tuhan Yesus mengajarkan agar kita peduli terhadap sesama kita tanpa memandang ras, suku, gender, agama dan tingkat sosial. Kepekaan terhadap sesama haruslah kita latih dan asah terus menerus. Bukankah Ulangan 22:1-4 memberitahukan kepada kita, supaya jangan berpura-pura tidak tahu ketika sesama kita membutuhkan pertolongan? Sebab sekecil apapun perhatian dan pertolongan kita sangat berarti bagi sesama yang sedang dalam keadaan susah. Itu sebabnya, kita perlu terus mengembangkan kepekaan serta membiasakan diri untuk tidak tinggal diam dan berpangku tangan ketika kita mengetahui kesusahan sesama kita, terlebih ketika kita dapat menolongnya (Yakobus 4:17).
Kepekaan atau kepedulian terhadap sesama itu dapat kita latih dimulai dari keluarga. Bagaimana sikap kita terhadap orang tua, suami/istri, anak atau saudara kita? Biarlah kita belajar untuk melihat kondisi mereka yang mungkin membutuhkan bantuan, kemudian kita ulurkan tangan kita untuk menolong mereka. Pertolongan kita dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk, namun intinya di sini peran orang percaya dibutuhkan agar Hukum Kasih yang Tuhan Yesus ajarkan dapat terejawantahkan dalam kehidupan, bukan sekedar dalam nalar dan pengetahuan. Baiklah sebagai pengikut Kristus, kita terus menerus belajar untuk lebih peka dan peduli terhadap kebutuhan sesama. Amin.
“karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati dan sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri” (Filipi 2:2-3).
MILIKILAH KEPEKAAN.
Jangan tinggal diam dan melipat tangan ketika ada yang membutuhkan pertolongan.