Ketika kita diberikan suatu tugas lalu mungkin karena kesibukan atau keteledoran membuat kita tidak mengerjakannya, maka perkataan yang akan kita ucapkan adalah “Maaf, lupa.”
Kata “Lupa” seolah menjadi alasan supaya kita dimengerti dan dibenarkan. Jika hanya sekali atau dua kali seseorang melupakan tugasnya, mungkin kita masih bisa memakluminya. Namun jika hal itu terjadi berulang kali, apakah kita masih bisa memaklumi perbuatannya?
Kata “lupa” menjadi hal yang tidak bisa ditoleransi. Tapi tanpa kita sadari, seringkali kitapun melupakan banyak hal. Lupa akan barang yang ditaruh, lupa melakukan sesuatu, bahkan lupa pada seseorang atau kebaikan yang dilakukannya.
Manakah yang lebih mudah: melupakan kebaikan sendiri atau kebaikan orang lain? Rasanya melupakan kebaikan orang lain itu lebih mudah. Tapi kebaikan sendiri mungkin justru lebih diingat: “Ingat ya, saya pernah tolong kamu.” Kebaikan yang kita lakukan, kita ingat dengan baik.
Lalu bagaimana dengan kebaikan orang lain? Sehari dua hari, setahun dua tahun mungkin kita ingat. Lalu bagaimana ketika ia melakukan kesalahan terhadap kita? Apakah kita akan dengan mudah menghapus kesalahannya atau malah sebaliknya, kebaikan sepanjang tahun dihapus karena 1-2 kesalahan yang dilakukannya?
Tidak heran, kesalahan suami/istri/orangtua/orang lain lebih mudah diingat daripada kebaikannya. Kita pasti marah jika orang memperlakukan hal itu kepada kita. Kita marah karena orang lebih mengingat kesalahan kita dan melupakan kebaikan kita, bahkan kita pasti marah besar jika orang itu berkata, “Maaf, lupa.” (Maaf, lupa kebaikanmu).
Lalu apakah kita juga dengan mudah melupakan segala kebaikan Tuhan? Ketika masalah muncul, doa tidak dijawab, kenyataan tidak sesuai impian, apakah kita kesal, ragu dan marah dengan Tuhan? Atau justru ketika keadaan baik-baik dan lancar, kita terlena dan menganggap remeh, biasa, atau bahkan berkat Tuhan dianggap sesuatu yang wajar dan keharusan, sehingga kita lupa bersyukur, mulai hitung-hitungan dengan Tuhan, padahal Tuhan sudah berkorban dan melakukan banyak kebaikan bagi kita?
Apakah kita dengan mudah akan berkata, “Maaf Tuhan, lupa.” Uuupss… maksudnya : “Maaf Tuhan, lupa kebaikan-Mu.” Lupa akan kasih Tuhan sehingga kita dengan mudah beralih kepada mengasihi dunia dan orang lain? Lupa akan kebaikan Tuhan sehingga kita tidak lagi mengasihi Tuhan dan mulai hitung-hitungan dalam memberi atau melayani Tuhan?!
“Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikanNya!”