ALLAH DI TENGAH MUSIBAH

Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
(Ibrani 4:15)

Di awal tahun, kita banyak dikejutkan dengan berbagai musibah besar yang terjadi di dunia. Dari beberapa pesawat yang jatuh hingga berita terkini tentang kebakaran yang melanda kota Los Angeles. Di tengah kesedihan yang mendalam ini, pasti ada yang bertanya: “Kenapa ini harus terjadi? Kalau Tuhan itu ada, kenapa Dia membiarkan kejadian seperti ini?”

Pertanyaan itu wajar, dan setiap orang mungkin pernah merasakannya. Tapi, mari kita pikirkan lebih dalam. Dalam kekristenan, penderitaan bukanlah suatu peristiwa tanpa makna. Allah tidak hanya memahami penderitaan, tapi Dia sendiri pernah merasakannya secara langsung. Yesus Kristus, yang adalah Allah sendiri, turun ke dunia dan mengalami penderitaan paling dalam di kayu salib. Ia tahu bagaimana rasanya kehilangan, rasa sakit, bahkan kematian. Hanya iman Kristen yang menyatakan bahwa Allah kita adalah Allah yang menderita bersama manusia.

Bandingkan pemahaman ini dengan pandangan ateisme. Jika Tuhan tidak ada, maka penderitaan hanyalah hasil dari proses alam—peristiwa acak yang tidak memiliki makna. Kebakaran, kehilangan, dan kematian hanyalah akibat dari hukum alam yang tidak peduli dengan keadaan manusia. Dalam ateisme, penderitaan bukan hanya tidak bisa dijelaskan, tapi juga tidak ada pengharapan untuk pemulihan atau keadilan. Itu semua hanyalah “nasib buruk.”

Namun, kekristenan menawarkan sesuatu yang jauh lebih besar. Allah tidak hanya peduli, tetapi Dia memberikan harapan di tengah penderitaan. Roma 8:28 berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.” Bahkan di tengah kehancuran, Tuhan sedang bekerja. Dia memanggil kita untuk datang kepada-Nya, untuk menemukan kekuatan dan penghiburan sejati.

Lebih dari itu, kekristenan memberikan janji pemulihan. Suatu hari, semua penderitaan akan berakhir. Wahyu 21:4 mengingatkan kita bahwa di surga nanti, “Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita.”

Musibah seringkali mengingatkan kita bahwa dunia ini rapuh. Tapi, bukankah itu juga dorongan untuk mencari sesuatu yang lebih kekal? Dalam kekristenan, kita menemukan pengharapan itu. Allah menawarkan bukan hanya solusi sementara, tapi juga jawaban kekal atas penderitaan.

Jadi, kalau anda merasa kehilangan harapan, ingatlah hal ini: bahwa dalam kekristenan, penderitaan punya makna. Allah berjalan bersama kita, dan Dia memberikan harapan bahwa segala sesuatu akan dipulihkan. Hanya iman kepada Allah yang hidup yang mampu menjawab penderitaan dengan cara yang benar-benar menyentuh hati manusia dan memberikan makna sejati.

Ateisme mungkin menawarkan penjelasan, tetapi kekristenan menawarkan jawaban. Dan jawaban itu adalah kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus. Tuhan memberkati kita semua.

Dalam kekristenan, penderitaan mempunyai makna bahwa Allah tetap bersama kita
dan selalu ada harapan untuk pemulihan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *