Kata “Hineni” merupakan sebuah kata dalam bahasa Ibrani, yang mungkin tidak semua jemaat awam mengetahui maknanya. Hineni berasal dari kata Hineh dan Ani, yang berarti: “Behold, here I am” atau “Saya di sini, siap”. Ini bukan hanya sebuah respon kepada suatu panggilan, tetapi merupakan respon yang dijawab dengan sepenuh hati dan dengan sikap hati yang siap untuk mengerjakan apapun yang si pemanggil inginkan, tanpa keraguan maupun keterpaksaan, karena si perespon panggilan memiliki hati yang menghamba dan penuh cinta kepada si pemanggil, seperti keputusan seorang hamba/budak kepada tuan yang ingin ia ikuti dan kasihi sampai akhir hayatnya seperti tertulis dalam Keluaran 2:1-6.
Abraham dan nabi Yesaya adalah contoh dari tokoh-tokoh yang merespon panggilan Tuhan dengan kata “Hineni” dan mewujudkan kehendak Tuhan, sekalipun ternyata dibalik panggilan Tuhan itu, buat Abraham (Kejadian 22:1-9) ada pengujian kesetiaan dan ketaatan, dimana Tuhan meminta Abraham untuk mengorbankan anak tunggalnya: Ishak. Kemudian kepada nabi Yesaya (Yesaya 2:6) Tuhan ternyata memberi tugas kenabian yang berat dengan harga yang harus dibayar sangat mahal oleh nabi Yesaya. Jawaban “Hineni” atas panggilan Tuhan pada Abraham dan nabi Yesaya ini, bukan semata-mata karena mereka merasa wajib untuk melaksanakan perintah Tuhan karena Dia adalah Tuhan, tetapi jawaban Hineni bagi Abraham dan nabi Yesaya juga mengandung arti adanya sebuah pengabdian seperti seorang hamba/budak pada tuannya dengan cinta yang besar pada tuannya, sehingga permintaan apapun yang diinginkan tuannya, mereka akan mewujudkannya dengan sepenuh hati dan sepenuh cinta.
Ketika sebuah pengabdian dan cinta yang ‘dalam’ menjadi dasar dalam melakukan sesuatu tugas, maka seberat apapun tugas itu, orang akan melakukannya dengan penuh perjuangan dan tanggung jawab yang maksimal, meskipun apa yang ia harus lakukan itu ada harganya. Begitulah yang Tuhan inginkan atas kita semua, terlebih atas pelayan-pelayan Tuhan. Bukan hanya merespon “saya hadir” ketika Tuhan meminta kita untuk melayani-Nya, tetapi kita mau belajar berlaku seperti seorang Sheliakh Tsibur, yaitu seorang pemimpin Ibadah/Doa/Pujian yang jaman sekarang disebut sebagai Worship “Leader”, yang bertugas dalam Sinagoge dalam tradisi Yahudi Rabinik. Dimana sebelum melayani, pemimpin Ibadah/Doa/Pujian ini akan menyebutkan kata “Hineni” di hadapan Tuhan dengan sepenuh hati, sebagai konfirmasi kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri, bahwa ia hadir untuk tanggung jawab yang besar dalam melayani jemaat Tuhan.
Mari kita pertanyakan kembali kepada diri kita sendiri, maukah kita menjadi pelayan-pelayan Tuhan seperti seorang Sheliakh Tsibur ini? Mintalah kekuatan dari Roh Kudus agar kita mampu mengatakan “Hineni” pada setiap panggilan Tuhan dalam pelayanan kita, karena Dia adalah Tuan kita dan Tuhan yang layak kita cintai sepanjang hayat kita. Amin.
Besarnya pengabdian dan cinta kita kepada Tuhanlah
yang akan memampukan kita berespon “Hineni” dan mewujudkannya.