“Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”
(Ulangan 6:5)
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.”
(Markus 12:30)
Ada sebuah berita yang menggemparkan pada bulan Oktober 2020 mengenai seorang atlet renang nasional dari Jepang, Daiya Seto yang diskors tidak boleh tampil di kejuaraan apapun hingga akhir tahun 2020 karena ketahuan berselingkuh, padahal ia sudah mempunyai istri dan dua orang putri. Atlet ini sebetulnya punya prestasi tidak main-main. Ia kapten tim renang Jepang untuk Olimpiade, juga pernah meraih beberapa medali emas dalam berbagai kejuaraan. Ternyata, ini bukan pertama kali atlet Jepang dihukum seperti ini, ada beberapa kasus lainnya yang serupa. Jadi, bagi orang Jepang bukan hanya prestasi yang penting, tetapi kehidupannya juga harus sama baik di dalam maupun di luar lapangan.
Pandangan seperti ini sebenarnya juga Tuhan inginkan terhadap orang percaya, bahwa hidupnya tidak boleh terbagi-bagi. Hidup buat Tuhan haruslah sama ketika melakukan kegiatan sehari-hari maupun kegiatan rohani. Jadi mengasihi Tuhan tidak hanya pada saat beribadah saja atau hanya hari Minggu saja namun pada setiap saat dalam kehidupan kita.
Dari Ulangan 6:5 di atas, bangsa Israel dituntut untuk sepenuhnya mengabdi dan mengasihi total hanya kepada Tuhan Allah (Yehovah). Semua orang Israel secara keseluruhan harus mengasihi Tuhan serta perintah ini menjadi perintah yang terutama dan yang pertama (Matius 22:38). Dalam Matius 22:37, Markus 12:30 dan Lukas 10:27; Tuhan Yesus memasukkan frasa “akal budimu”. Jadi mengasihi Tuhan secara totalitas baik hati, jiwa, akal budi maupun kekuatan. Dan perintah-perintahNya ini haruslah ditaati karena kita adalah anak-anakNya. Tetapi menaati firmanNya ini bukan dengan hati yang terpaksa, sehingga tidak akan bersungut-sungut saat menjalaninya.
Tuhan mau agar orang Israel mengasihi Tuhan dengan memberikan seluruh kehidupan mereka kepada Tuhan. Namun, umat-Nya ini berulang kali gagal untuk mengasihi Tuhan. Mereka lebih mengasihi hidup mereka sendiri, hanya mencari kesenangan sendiri bukan kehendak Tuhan. Perintah yang diberikan Tuhan pada ayat di atas berbicara tentang relasi dimana Tuhan sudah mengasihi umat Israel, membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Tuhan tidak setengah-setengah mengasihi mereka, maka Tuhan mau umatNya membalas kasihNya dengan segenap hati.
Mari kita renungkan sejenak pertanyaan berikut ini: Apakah kita mengasihi Tuhan? Seberapa besar kita mengasihiNya? Apakah kita mengasihiNya dengan setengah hati atau segenap hati? Hanya menyatakannya dalam ibadah saja atau setiap saat? Mengasihi dengan sisa-sisa atau seluruh kekuatan?
Jika kita adalah orang orang yang sudah menerima kasih Allah, seharusnya kita mengasihi Allah dengan segenap hidup kita, tanpa membaginya dengan apapun atau siapapun. Artinya, Tuhan mau kita mempersembahkan hidup seluruhnya kepada Tuhan, baik itu hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, apapun yang kita lakukan hari demi hari untuk Tuhan. Persembahan yang banyak, kesibukan pelayanan, tanpa memberikan seluruh hidup, bukanlah persembahan yang berkenan kepada Tuhan. Hidup kita tidak bisa dibagi-bagi antara yang rohani dan bukan.
Jika mengasihi Tuhan dengan segenap hati, hal itu akan berdampak besar pada perkataan: “Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati” (Matius 12:34), juga pada perhatian/keinginan/fokus hidup kita, karena “di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Matius 6:21), maupun pada tindakan: “Tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah” (Efesus 6:6).
Jika kita mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa, Tuhan selalu menjadi bagian yang sangat penting dalam diri kita. Mazmur 42:2 berkata “Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?”. Jika mengasihi Tuhan dengan segenap pikiran, hal itu akan berdampak besar pada cara kita berpikir. Filipi 4:8 “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Roma 12:2).
Bila hati, jiwa, dan akal budi mengarahkan pada apa yang kita rasakan dan apa yang kita lakukan, kekuatan menjadi kemampuan/kesanggupan untuk menunjukkan seberapa besar/kuat dalam mengasihi (agape) Tuhan.
DALAM PEKERJAAN, KELUARGA, PELAYANAN BAHKAN SAAT RILEKS SEKALIPUN
KITA HARUS HIDUP UNTUK KRISTUS.
HIDUP YANG TERBAGI-BAGI SAMA SAJA TIDAK MEMBERI PERSEMBAHAN
HIDUP YANG UTUH KEPADA TUHAN.