BELAJAR DARI POLA HIDUP YESUS

Ditengah pelayanan yang sering kita lakukan, banyak sekali keluarga Kristen yang mengalami “goncangan yang mungkin sangat hebat“. Goncangan ini bisa berupa goncangan konflik suami istri, dimana satu sama lain masih berfokus pada egonya sendiri. Masing-masing pasangan memiliki satu keyakinan bahwa apa yang dia lakukan bagi keluarganya adalah yang terbaik dan paling keren untuk mendidik semua anggota keluarga menjadi lebih baik.

Hal tersebut bisa dilatar-belakangi juga oleh kehidupan masa lalu yang belum tuntas dalam proses pemulihan diri. Kadang-kadang seorang ayah begitu keras dalam mendidik anak-anaknya yang sudah menjadi remaja menuju usia dewasa. Tidak jarang mereka dipaksa mengikuti apa yang ayahnya inginkan dengan alasan menyiapkan anaknya menjadi lebih baik. Si ayah lupa bahwa anaknya juga memiliki hati yang bisa terluka.

Ada kasus yang lain dimana seorang suami yang tidak melakukan kewajibannya sebagai kepala keluarga, yaitu mencari nafkah untuk keluarga. Karena keterpurukan yang dialaminya dalam dunia kerja akhirnya suami berlindung di balik kesuksesan istrinya, malas berusaha dan akhirnya hidup bergantung pada istri. Sementara istri bekerja keras, suami mulai melihat wanita lain yang lebih menarik. Akibatnya, tidak jarang istri tersakiti oleh perilaku suami yang tidak bertanggung jawab dan menodai pernikahan kudus mereka dengan alasan istri tidak memahami kebutuhan suami. 

Keluarga yang seperti ini membuat anak-anak tidak memperoleh gambaran tentang keluarga yang utuh. Yang ada hanyalah keluarga yang membuat hati anak-anak terluka. Ibu bercerita tentang hal-hal negatif yang dilakukan ayah dan ayah menceritakan hal-hal negatif yang dilakukan ibu mereka. Ini yang sekarang sedang dialami banyak keluarga Kristen.

Dari fenomena diatas, marilah kita belajar dari seorang pribadi yang bernama “YESUS KRISTUS” yang begitu sabar dan begitu luar biasa. Dia menolong serta memulihkan orang-orang yang terluka. Saat Dia dikhianati, dilukai, difitnah dan dianiaya sampai akhir hayat-Nya; Dia telah mengajarkan keteladanan yang sangat sempurna. Dia mengajarkan nilai-nilai kekekalan kepada setiap orang yang mau diajar-Nya.

Konsep-konsep pengajaran yang begitu jelas Dia ajarkan kepada kita, sebagai contoh dalam Matius 4:1-11. Tatkala iblis mencobai Yesus tapi Dia membalikkan bujuk rayu iblis dengan memperkatakan firman. Dalam Matius 22:54-66, saat Petrus menyangkal Tuhan Yesus, Dia tetap mengampuni dan tidak menghakimi. Bahkan justru Yesus berkata “Apakah engkau mengasihi Aku?” (Yohanes 21:15).

Pembaca dimanapun berada, mari kita mulai berpikir, apa yang harus kita lakukan untuk mendidik anak dan pasangan kita agar mereka hidup seperti yang Yesus ajarkan dan teladankan. Jangan membalas bara api dengan bara api, tetapi balaslah bara api yang menyala dengan siraman air yang menyejukkan hati. Sehingga konflik yang dialami keluarga akan dapat diredam dan terjadilah pemulihan atas luka batin, ada perubahan karakter, ada bangunan kasih yang semakin menjulang tinggi dan akhirnya keluarga kita menjadi berkat.

Ajaran lain dari Yesus adalah Belajar mengucap syukur dalam setiap keadaan (1 Tesalonika 5:18). Bersyukur saat keadaan di sekeliling kita tidak seperti yang kita harapkan, mengucapkan syukur atas semua yang terjadi. Sebab dibalik ucapan syukur ada kuasa yang luar biasa yang menjadi berkat dalam hidup kita. Saat Yesus memberi makan 5.000 orang laki-laki, yang Dia lakukan adalah meminta makanan yang ada waktu itu, lalu Dia mengucap syukur dan membagi-bagikan sampai akhirnya terdapat sisa yang banyak. Amin.

JADIKANLAH “PENGHAYATAN FIRMAN” DAN “MENGUCAP SYUKUR”
SEBAGAI PROYEK PEMBELAJARAN DALAM KEHIDUPAN KEKRISTENAN KITA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *