“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.”
(1 Timotius 6:6)
“Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.“
(1 Timotius 6:8)
Jika suatu hari ada seseorang memberikan kepada anda uang satu juta rupiah – tanpa sebab apapun – apakah anda akan bahagia? Jawabannya “Tentu”, bukan? Kita akan senang karena kita mendapatkan sesuatu yang tidak terduga-duga, ibarat pepatah mengatakan “Bagai mendapatkan durian runtuh”.
Tetapi bagaimana jika orang yang memberikan uang satu juta kepada anda tersebut, juga memberikan uang lima juta rupiah kepada teman anda. Apakah kebahagiaan anda tetap sama seperti semula, atau anda mulai merasa kurang bahagia karena anda tidak mendapat uang sebanyak yang teman anda?
Dari kisah diatas, kita belajar bahwa seringkali kita dapat kehilangan suka cita atau kebahagiaan karena kita membandingkan yang kita miliki itu dengan yang orang lain miliki. Hal ini semakin diperparah dengan tren media sosial yang seringkali “memamerkan” kemewahan, kenikmatan dan keseruan yang orang tampilkan di media sosial mereka dan kita merasa kita tidak bahagia karena kita tidak bisa merasakan kemewahan, kenikmatan dan keseruan seperti mereka.
Dari ayat diatas, Rasul Paulus mengajarkan kepada kita prinsip hidup yang sangat baik. Agar kita tidak terjebak pada rasa sedih, minder dan kehilangan suka cita; maka kita harus “memiliki rasa puas atau cukup”, asal semua kebutuhan terpenuhi, bersyukurlah. Keinginan dalam diri manusia sebenarnya tidak pernah mengenal kata “cukup”. Sudah punya motor, ingin punya mobil; sudah punya mobil, ingin punya dua dan seterusnya. Tentunya hal ini tidak berarti anda tidak boleh mempunyai mobil lebih dari satu jika memang itu adalah kebutuhan anda. Tetapi Firman Tuhan mengajarkan bahwa jika kita hidup disertai rasa cukup, maka hal itu memberi keuntungan besar. Kita akan tetap bahagia dan bersyukur atas segala hal yang kita miliki. Dan sebenarnya itulah yang Tuhan juga kehendaki dalam hidup kita yaitu mensyukuri segala berkat yang telah Dia limpahkan bagi kita.
Selanjutnya, kita juga diingatkan agar tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain – baik dalam hal status, kepemilikan, kesempatan dan sebagainya. Kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan karena membanding-bandingkan, malah yang ada kita mungkin merasa iri hati melihat kelebihan orang lain. Dan jika tidak dibereskan, iri hati tersebut akan menyeret kita untuk melakukan hal-hal jahat, seperti korupsi atau menipu karena merasa tidak puas dengan penghasilan kita.
Tuhan tahu kapasitas dan kemampuan kita masing-masing untuk mengemban apa yang dipercayakanNya. Jangan biarkan iblis melalui keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup kita membuat kita kehilangan suka cita yang Tuhan sudah sediakan bagi kita. Amin.
Kebahagiaan kita akan tercuri saat kita merasa apa yang kita punya tidak cukup baik.