“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu. Tuhan membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka.” (Amsal 16:3-4)
Kalo kita lihat anak kecil khususnya usia 1-3 tahun, mereka tuh cukup pemilih sebenarnya. Kalo sama orang terdekat, seperti mamah, papah, kakak, om, tante, suster yang sering mereka temui biasanya mereka mau digendong. Tapi kalo sama orang asing atau orang yang baru ditemui, biasa mereka akan menghindar atau menangis ketika akan digendong. Kecuali, kita pancing anak kecil itu dengan barang atau makanan kesukaannya, secara otomatis mereka akan ikut dengan kita, bermain, atau bahkan digendong tanpa menangis. Jadi yang sebenarnya hal utama yang dia tuju adalah barang kesukaannya, bukan pribadi orangnya.
Apa yang kita hindari dan tangisi dalam hidup? Kehilangan, kesalahan, ketakutan, penyesalan, kematian, dan hal-hal lain yang jujur kita gak mau ada di posisi itu. Kalo kita lihat akhir cerita dari kehidupan Yesus di dunia ini, Dia terima segala perbuatan keji hingga mati di atas kayu salib. Adakah yang mau sama menderita seperti apa yang Yesus alami? Mungkin sebagian besar pasti bilang tidak, “kalo bisa jangan deh”.
Sadarkah kita bahwa selalu ada kecenderungan kita untuk mencintai Tuhan dengan svarat? Harapan kita ketika mengikut Yesus adalah bahwa adalah semua baik-baik saja atau bahkan bertambah baik, lalu bagaimana jika keadaan memburuk? Apa respon kita?
Apakah kita tetap bisa mengucap syukur dan berkata “Terima kasih Tuhan atas masalah, meskipun berat aku tetap bisa bertahan” Atau justru kita bertanya-tanya, “Tuhan kok gini sih? Kok hal ini harus menimpa aku? Tuhan kok dia lebih diberkati dibanding aku? Tuhan aku udah lakukan banyak hal untuk Engkau tapi kok justru masalah sebesar ini menimpa aku?”
Dari ayat Amsal 16:3, kita belajar bahwa segala sesuatu terjadi ada maksudnya, Dia punya tujuan dari segala sesuatu. Dikatakan bahwa orang fasik saja dibuat-Nya dengan tujuan, apalagi hidup kita sebagai orang-orang percaya. Tapi kok kayaknya rencana-Nya jauh banget dari rencanaku yah? Pasti ada maksud-Nya dari semua itu. Masalah, kehilangan, kesalahan, penyesalan, hal-hal yang kamu coba hindari, mungkin terjadi karena ada maksud Tuhan untuk hidupmu. Terkadang memang butuh waktu untuk kita mengerti, kadang butuh masalah untuk membuat kita mengerti, kadang butuh proses naik turun untuk kita mengerti. Butuh waktu dan proses hingga Yunus di perut ikan besar hingga 3 hari, untuk dia paham bahwa Niniwe adalah panggilan dari hidupnya, bahwa itu yang Tuhan tuliskan di jalan hidupnya.
So, pertanyaannya adalah, jika Tuhan sudah taruhkan rencanaNya bagi hidup kita beserta tujuan yang indah dan maksud yang jelas, Pernahkah kita bertanya pada Tuhan, “Apa rencanaMu buat hidupku?” Apakah kita sudah mulai paham bahwa rencanaNya yang terbaik buat hidup kita? Pada titik kita sadar rencanaNya adalah yang terbaik buat hidup kita, disitulah kita akan mulai berserah dan minta arahan Tuhan, maka disitulah seperti pada Amsal berkata “… maka terlaksanalah semua rencanamu.”
Cintai Tuhan bukan hanya karena harapanmu akan rancangan yang baik, tapi cintailah Tuhan karena Pribadi Tuhan yang memang kamu kasihi dan pandang baik, maka kamu akan belalar menerima dan mencintai juga setiap rencanaNya buat hidupmu, baik ataupun buruk, karena cintamu pada pribadi Tuhan yang lebih besar dari segala hal-hal baik ataupun buruk yang terjadi di hidupmu. Apakah kita cinta Tuhan hanya pada saat keadaan baik-baik saja, atau justru di fase pergumulan dan masalah kamu tetap bisa berkata, “Aku Cinta Pada-Mu Tuhan.” Disitulah kasihmu untuk Tuhan akan mulai teruji. Siapa yang sebenarnya kamu cintai? Tuhan atau rencana-Nya yang baik-baik untuk hidupmu? Have a nice day and God bless you.
Cintailah Tuhan bukan karena “sesuatu” yg Dia berikan,
tetapi karena memang Dia begitu berarti bagi kita.