SUBUH: BATAS ANTARA…

Yohanes memulai narasi Paskahnya dengan sebuah pernyataan: “…pagi-pagi benar ketika hari masih gelap…” Subuh, demikian kita sering menyebutnya. Satu titik waktu yang merupakan batas antara gelap dan terang. Satu titik waktu yang mau mengatakan, bahwa terang adalah sebuah kepastian, namun toh kegelapan masih menjadi sebuah pengalaman. Dalam injil Yohanes, sering digambarkan perjumpaan antara gelap dengan terang ini. Bahkan sejak awal injilnya, Yohanes menggambarkan Yesus sebagai terang yang bercahaya di tengah kegelapan (Yohanes 1:5) Kegelapan adalah simbol kematian sedangkan terang adalah simbol kehidupan. Itulah sebabnya Yesus disebut sebagai ‘terang dunia’. Barangsiapa mengikut Yesus tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup (Yoh. 8:12).

Sungguh menarik, bahwa peristiwa Paskah justru terjadi pada waktu subuh. Pada waktu terang sudah menjadi kepastian, namun kegelapan toh pada kenyataannya masih menjadi pengalaman. Peristiwa Paskah memang menghadirkan terang (kehidupan). Maut sudah dikalahkan! Subuh itu pasti akan menjadi terang! Namun pada lain sisi, toh kenyataannya, kuasa kegelapan (kematian) masih dirasakan. Bukankah itu pengalaman hidup keseharian kita? Dalam terang Paskah, kita boleh memastikan bahwa maut sudah dikalahkan, namun kenyataan hidup ternyata masih memperhadapkan kita dengan kuasa kematian. Kegelapan masih menjadi pengalaman hidup kita, yaitu ketika maut menghampiri orang-orang terdekat kita, bahkan pada suatu hari juga akan menjadi pengalaman kita pribadi.

Saat berada di dalam batas antara gelap dan terang, maka ada dua kemungkinan respon iman:

1. Selalu ada orang yang mampu melihat kepastian terang itu, meskipun masih samar-samar. Dalam narasi Yohanes, mereka itu diwakili oleh ‘murid yang lain’, yang menurut tradisi iman adalah Yohanes sendiri. Yohanes mencatat bahwa ‘murid yang lain’ itu percaya! (Yoh. 20:8). Apa yang Yesus pernah ungkapkan pada waktu yang lalu, mulai dipahami. Samar-samar, iman Paskah mulai mendapatkan tempatnya. (Yoh. 20:9)

2. Selalu saja ada orang yang masih bergumul dengan kepastian terang itu. Pandangan mereka masih tertuju pada kegelapan (kematian). Bagi mereka kubur kosong bukanlah simbol kemenangan atas maut, tetapi justru penegasan atas kegelapan itu sendiri. Yesus yang mati, mayat-Nya telah dicuri! Kalau kematian Yesus jelas menghadirkan kegelapan di hati, maka peristiwa yang dipersepsikan sebagai ‘pencurian mayat Yesus’ makin mempertebal kegelapan yang sudah ada di hati! Dalam narasi Yohanes, orang-orang ini diwakili oleh Maria Magdalena. Betapa gelap dan sedihnya hati Maria. Ia berdiri dekat kubur dan menangis!

Berada di tengah batas antara gelap dan terang, membawa Maria pada sebuah proses pencarian. Ia tidak menyerah pada realita bahwa kegelapan masih dirasakannya. Ia bergumul untuk pada akhirnya bisa mendapatkan terang yang mengusir kegelapan di hatinya. Ia melongok ke kubur, Ia bertanya sampai akhirnya ia mendengar sebuah panggilan penuh cinta: Maria! Panggilan yang membawanya untuk berpaling pada sang Terang itu sendiri. Yesus sudah bangkit! Ia mengenali-Nya. “Rabuni!” demikian kata Maria.

Sungguh menarik, bahwa Yesus hanya memanggil Maria. Ia tidak menunjukkan bekas paku sebagaimana dinarasikan Yohanes pada perikop lainnya. Buat Maria, panggilan itu cukup untuk membawanya berpaling kepada kehidupan. Kehadiran Yesus dan kasih-Nya, sudah cukup. Ia tidak membutuhkan bukti lain. Dari sisi pastoral, peristiwa perjumpaan Maria dengan Yesus ini mengajarkan kepada kita, bahwa kadang yang dibutuhkan seseorang di tengah pergumulannya bukanlah ajaran dan dogma gerejawi (yang kadang malahan cenderung menghakimi). Yang dibutuhkan oleh orang-orang seperti Maria ini adalah kehadiran dan kasih Illahi.

Masih banyak orang-orang yang seperti Maria. Mereka yang bergumul antara kepastian terang dengan kenyataan adanya kegelapan. “Subuh” itu ternyata ada di mana-mana. Di ruang ICU, di antara mereka yang kelaparan, di antara mereka yang diperlakukan tidak adil, di medan peperangan, di tempat duka, di manapun! Di sana selalu ada orang-orang yang masih bergumul antara kegelapan dan terang, kematian dan kehidupan.

Kristus yang bangkit dan menang itu selalu mau hadir di sana. Baik secara langsung maupun melalui anda dan saya. Perhatian dan kasih kita yang tulus kepada mereka yang sedang bergumul itu akan membantu ‘Maria-Maria masa kini’ untuk kembali menyadari kehadiran Tuhan yang hidup.

Semoga melalui perhatian dan kasih kita yang tulus, akan banyak orang yang berseru bersama Maria Magdalena: “Aku telah melihat Tuhan!” Terang (kehidupan) adalah sebuah kepastian, meski kegelapan (kematian) masih menjadi pengalaman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *