BERTAMBAH TUA ATAU BERTAMBAH DEWASA?

“Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras… makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.”
(Ibrani 5:12,14)

SELAMAT TAHUN BARU…

Sudah beberapa hari kita menjalani tahun 2022 ini, dan tentunya kita bersuka cita karena kita masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memasuki tahun yang baru. Namun pada saat yang sama, kita juga diingatkan bahwa kita tidak dapat menghentikan proses berjalannya waktu sebagaimana pula kita tidak bisa menghentikan proses penuaan dan kemerosotan fisik kita.

Dengan berlalunya waktu, usia kita semakin bertambah tua, namun pertanyaan yang lebih mendasar untuk kita renungkan adalah “Apakah dengan berlalunya waktu, kita juga semakin bertambah dewasa?” Dewasa dalam pemikiran, dewasa dalam penguasaan diri, terlebih dewasa dalam spiritualitas dan manusia batiniah kita?

Pergantian tahun seharusnya mengingatkan kita bahwa kita perlu terus dipimpin oleh Roh Kudus, agar manusia batiniah kita semakin diperbaharui atau dengan kata lain kita semakin mengalami kedewasaan rohani.

Dalam bahasa Yunani kata “dewasa” yang terdapat di Ibrani 5:14 tadi adalah “Teleios” yang mempunyai arti telah “Mencapai akhir, selesai, lengkap, sempurna”. Penjabaran ini menunjukkan kepada kita bahwa menjadi “dewasa” tidak semata-mata bertumbuh secara fisik, melainkan dapat mencapai suatu akhir yang ideal, sempurna atau memiliki kepribadian yang lengkap. Bagi kita – sebagai orang percaya – pengenalan kita akan kebenaran harus terefleksi dalam kehidupannya sehari-hari. Sikap hidup, cara berpikir dan karakter kita harus diperbaharui agar semakin serupa dengan karakter Tuhan Yesus.

Rasul Paulus juga mengungkapkan dalam 1 Korintus 13:11, bahwa ketika kita menjadi dewasa, maka kita harus meninggalkan sifat kanak-kanak itu. Contoh kehidupan yang kanak-kanak rohani adalah: kehidupan yang masih menyukai hal-hal yang berdosa, lamban dalam mendengarkan dan menaati kebenaran firman Allah, juga hidup yang berpusat pada diri sendiri.

Apakah hidup kita masih mencirikan kerohanian yang kanak-kanak? Marilah kita tidak hanya menjadi tua secara umur, tetapi kita juga beranjak menuju kedewasaan rohani, yaitu hidup yang berpusat pada Kristus, akal budi yang dibaharui terus-menerus dan bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan dan sesama. Amin.

Proses penuaan yang kita jalani tidak akan bermakna
jika tidak diimbangi dengan kedewasaan kerohanian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *